Desember 2012
Perilaku memberi
maaf dalam hubungan romantis adalah serangkaian perubahan motivasional
dimana seseorang mengalami penurunan motivasi untuk membalas dendam
terhadap pasangan yang melukai hatinya, penurunan motivasi untuk
mempetahankan kerenggangan dengan pelaku, peningkatan motivasi untuk
berdamai dan muhibbah dengan pelaku, dengan mengabaikan tindakan pelaku
yang melukai perasaan.
Empati diartikan sebagai kemampuan
untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain, tanpa
harus secara nyata terlibat dalam perasaan dan tanggapan orang tersebut
yang melibatkan perspective taking, fantasy, emphatic concern dan personal distress.
Komitmen
dalam hubungan romantis diartikan sebagai keinginancindividu untuk
mempertahankan hubungan yang berorientasi jangka panjangcdan mempunyai
kelekatan psikologis dengan pasangannya,yang berkembang sebagai hasil
dari meningkatnya kepuasan, berkurangnya pilihan-pilihan diluar hubungan
dengan pasangan dan meningkatkan investasi.
Untuk menjelaskan dan memahami bagaimana perilaku memberi maaf terjadi dalam romantic relationship,
kita akan kupas menggunakan teori interdependence dari Thibaut dan
Kelley (Myers, 2000). Demikian juga untuk menjelaskan bagaimana empati
dan komitmen menjadi faktor yang memfasilitasi munculnya perilaku
memberi maaf. Teori interdependence yang dikemukakan oleh Thibaut dan
Kelley (McCullough dkk, 1997) menggambarkan cara-cara bagaimana struktur
yang muncul sebagai hasil saling ketergantungan akan membentuk motivasi
dan perilaku dalam hubungan antar individu.
Mengapa
komitmen meningkatkan kejadian mental positif, motif yang mendukung
hubungan dan perilaku memberi maaf ? Logika Finkel dkk (1997)
didasarkan pada asumsi bahwa hubungan komitmen – kepentingan yang
relevan mungkin lebih segera dan langsung dan mungkin lebih besar dalam
dua aspek. Pertama, individuindividu mungkin menekankan pada kepentingan
yang diperpanjang secara sementara atau kepentingan jangka panjang
mereka. Kedua, individu mungkin menekankan ada kepentingan yang
diperpanjang secara interpersonal atau kepentingan pasangan dengan siapa
mereka saling tergantung.
Literatur empiris memberikan
dukungan tak langsung bagi prediksi ini, bahwa komitmen tampaknya
berhubungan dengan tindakan mempertahankan hubungan seperti derogasi
pilihan, perilaku akomodatif dan kesediaan untuk berkorban (Agnew dkk.,
1998; Lange dkk, 1997). Hubungan yang relatif lebih langsung terhadap
proposisi ini dilaporkan oleh McCullough dkk. (1998) yang menemukan
bahwa suatu pengukuran komitmen gabungan denganpenyesuaian sehari-hari
secara positif berhubungan dengan perilaku memberi maaf.
Menurut
McCullough dkk. (1998), keterkaitan antara kualitas hubungan dengan
perilaku memberi maaf berlangsung dengan tujuh cara. Empat dari ketujuh
cara ini diambil dari analisis interdependence terhadap akomodasi dan
kesediaan berkorban yang dilakukan oleh Van Lange dkk (1997). Pertama,
pasangan dalam hubungan romantis lebih bersedia memberi maaf karena
mereka dimotivasi untuk menjaga hubungan. Kedua, pasangan dalam hubungan
yang kualitasnya tinggi mempunyai orientasi jangka panjang yang mungkin
memotivasi mereka untuk mengabaikan luka perasaan dalam rangka
memaksimalkan mempertahankan hubungan. Ketiga, dalam hubungan yang
kualitasnya tinggi, kepentingan diri sendiri dan kepentingan pasangan
mungkin bergabung. Keempat, kualitas hubungan mungkin membawa kepada
orientasi kolektif yang meningkatkan kesediaan untuk bertindak dengan
caracara yang bermanfaat bagi pasangan, bahkan jika meraka menuntut
pengorbanan diri.
McCullough dkk. (1998) juga menambahkan
tiga hubungan tambahan antara kualitas hubungan dengan perilaku memberi
maaf. Pertama, karena pasangan yang disakiti dalam hubungan yang
kualitasnya tinggi mungkin mempunyai lebih banyak sejarah yang dibagi
dengan pasangan mereka dan mempunyai akses ke pikiran, perasaan dan
motivasi pasangan mereka, dan mungkin menemukan lebih banyak sumber
untuk merasakan empati bagi pasangan mereka. Kedua, dalam hubungan yang
kualitasnya tinggi, seorang korban mungkin lebih dapat
menginterpretasikan kembali beberapa “perubahan” untuk kebaikannya
sendiri. Sebagai contoh, pasangan dalam hubungan yang kualitasnya tinggi
dapat merasakan sakit hati karena kritik pasangannya, tetapi kritik
yang benar pada seorang individu dalam hubungan yang demikian sering
diintrepretasi sebagai demi kebaikan diri sendiri; sementara kritik yang
sama oleh pasangan dalam hubungan yang kualitasnya rendah
diinterpretasikan sebagai kejam dan tidak pada tempatnya. Ketiga, dalam
hubungan yang kualitasnya tinggi, pelaku kemungkinan lebih sering
meminta maaf atau menyatakan penyesalan (secara verbal maupun non
verbal) dan cenderung memperbaiki akibat serangan mereka daripada pelaku
dalam hubungan tanpa komitmen.
Menurut teori pertukaran
sosial, seseorang akan cenderung menjalin hubungan dengan orang lain
karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan
Kelley (Sears, dkk., 1999) menyimpulkan bahwa setiap individu secara
sukarela memasuki dan tinggal dalam suatu hubungan selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.
Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan modal dasar
dari suatu hubungan.
Ganjaran merupakan akibat yang dinilai
positif yang diperoleh seseorang dalam suatu hubungan. Menurut Foa &
Foa (Sears, dkk., 1999) ganjaran biasanya berujud cinta, uang, status,
informasi, barang dan jasa.
Biaya atau kerugian adalah
konsekuensi negatif dari suatu hubungan. Hubungan bisa mendatangkan
kerugian, misalnya karena memakan banyak waktu dan tenaga, menimbulkan
banyak ketegangan, menutup peluang untuk kegiatan lain yang
menguntungkan. Laba merupakan selisih antara ganjaran dengan kerugian.
Dalam suatu hubungan, biasanya orang cenderung mencari hasil akhir dari
suatu hubungan apakah menguntungkan (ganjaran melebihi kerugian/biaya)
atau merugikan (kerugian/biaya melebihi ganjaran). Tingkat perbandingan
mencerminkan kualitas hasil yang menurut
seseorang pantas dia
terima. Orang cenderung menilai kualitas hubungannya dengan
membandingkan hubungannya dengan masa lalu atau dengan sesuatu di luar
hubungan (tingkat perbandingan alternatif).
Sekalipun
demikian, dalam suatu hubungan, hasil yang diperoleh salah satu pihak
berkaitan erat dengan hasil yang diperoleh pihak lain. Oleh karenanya,
menurut teori interdependensi dari Thibaut dan Kelley (Sears, dkk.,
1999) mengatur hasil merupakan hal mendasar dalam suatu hubungan. Sulit
mudahnya mengatur hasil tergantung pada sejauh mana kesamaan minat dan
tujuan dari pihak yang terlibat. Selanjutnya, Thibaut dan Kelley (Sears,
dkk., 1999) menyatakan bahwa suatu hubungan disebut sebagai hubungan
yang dekat bila di dalamnya terdapat saling ketergantungan
(interdependensi) yang kuat. Dua orang yang memiliki interdependensi
yang kuat memiliki potensi untuk saling membangkitkan emosi yang kuat
juga, baik emosi positif, seperti cinta, kasih sayang, perhatian; maupun
emosi negatif, seperti marah, cemburu, putus asa dan sakit hati.
Ketergantungan individu pada hubungan akan lebih besar pada saat
hubungan memberikan hasil yang baik dalam memenuhi kebutuhan paling
penting dalam kehidupan seseorang dan saat hasil yang diperoleh dari
hubungan yang lain rendah. Konsep ketergantungan merupakan komponen
kunci dalam teori ini. Tingkat ketergantungan menggambarkan tingkat
dimana masing-masing individu dari dua individu yang berinteraksi
membutuhkan hubungan mereka atau tingkat dimana well-being personal
seseorang bersandar pada keterlibatannya dalam suatu hubungan.
Hubungan
interpersonal dimana perilaku memberi maaf menjadi relevan, apakah itu
hubungan keluarga, hubungan romantis atau persahabatan, biasanya
ditandai dengan adanya perilaku berbagi sejarah (sharing history)
dan seringkali diperkuat oleh dasar kelekatan positif (positive
attachment). Berlawanan dengan latar belakang berbagi sejarah dan
mungkin kelekatan positif, kedua partner hubungan secara khusus
mengalami perasaan well-being dalam hubungan tersebut dan umumnya
termotivasi untuk bertindak secara positif satu sama lain. Meskipun
demikian, peristiwa tindakan yang destruktif menyakiti atau ofensif oleh
salah satu pasangan hubungan dapat mengganggu keadaan well-being hubungan (McCullough dkk, 1997). Pada akhirnya, karena well-being individu tergantung juga pada well-being
pasangan, maka individu akan memaafkan pasangan dengan harapan di lain
kesempatan maka pasangan juga akan memaafkannya bila dia melakukan hal
yang sama.
Dalam hubungan romantis dimungkinkan terjadinya
interaksi baik positif maupun negatif. Interaksi positif akan semakin
mengeratkan hubungan, sedangkan interaksi negatif berpotensi menimbulkan
luka perasaan.
Luka perasaan yang timbul berpotensi mengganggu
hubungan sehingga mungkin hubungan bisa berakhir. Memberi maaf merupakan
salah satu alternatif untuk menjaga agar hubungan tidak menajdi rusak
karena adanya luka perasaan.
Adanya saling ketergantungan antara
pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan romantis menyebabkan orang yang
disakiti perlu mempertimbangkan untung rugi yang diperolehnya dari
memberi maaf atau tidak memberi maaf kepada pasangannya. Memberi maaf
juga dipengaruhi oleh empati dan komitmen. Semakin besar empati dan
komitmen korban kepada pelaku akan semakin mungkin memberi maaf terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar